BANDARLAMPUNG | Siapa yang tidak mengenal Pria yang lahir 11 Desember 1961 ini, Dia adalah seorang Purnawirawan perwira tinggi Polri yang terakhir menjabat sebagai Analis Kebijakan Utama bidang Sospol Sahli Kapolri. Ike Edwin lulusan Akpol 1985 ini berpengalaman dalam bidang serse , Brimob, Jabatan terakhir jenderal bintang dua ini adalah Staf Ahli Sosial Politik Kapolri.
Awak media berkesempatan untuk berbincang-bincang santai dengan sosok Purnawirawan Jenderal Bintang 2 ini yang terkenal dengan salam ciptaannya yaitu salam Lampung, atau yang sering kita sebut salam (L), Minggu (02/10/2022).
Dalam mengisi hari-harinya menjalani dan menikmati masa purna tugas di corp Bhayangkara, Dang Ike sapaan akrab Irjen Pol (Purn) DR. H. Ike Edwin S.H., M.H., M.M., lebih banyak menghabiskan waktu untuk melakukan kegiatan sosial, silahturahmi snjau silau mendekatkan diri kepada masyarakat, berkumpul bersama keluarga, saudara, teman maupun sehabat.
“Saya memang sudah Purna Tugas dari Kepolisian Negara Republik Indonesia, namun bukan berarti saya Purna Bhakti kepada masyarakat, bangsa dan negara Indonesia ini, pengabdian dan Bhakti kepada masyarakat, Bangsa dan Negara bukan hanya di Kepolisian, yang terpenting bagaimana hidup kita bisa bermanfaat bagi masyarakat, Bangsa, Negara ini, dengan melakukan hal-hal yang positif,” ujar Dang Ike.
Masih menurut Dang Ike, “Selagi kita diberikan Allah SWT nikmat berupa Kesehatan dan waktu yang luang, mengapa tidak kita manfaatkan untuk terus mengabdi kepada masyarakat, Bangsa dan Negara ini, dengan niat untuk ibadah, dan yang bermanfaat bagi masyarakat,” ucap Dang Ike.
Ketika disinggung tentang apa saja kegiatan yang dilakukan oleh Dang Ike sehari-hari dalam menjalani dan menikmati masa Purna tugas dari Kepolisian tersebut Dia mengatakan,
“Yang jelas saya ingin disisa umur ini pulang kampung dan berbakti dikampung dan menetap … yah kita sadar dong , dikampung masih banyak yang butuh kita , minimal apa yg bisa kita buat sambil silahturahmi dan persiapan diri menunggu panggilan Sang Holik dan keluarga , kenapa hrs diam dijakarta , kita sdh 40 tahun mengabdi dikampung orang , sekarang saatnya kita pulang dan mengabdi beribadah bermanfaat . Kemudian saya berusaha menjadikan rumah pribadi saya Lamban Gedung Kuning (LGK) ini sebagai rumah budaya, dimana LGK ini adalah sarana edukasi dan informasi serta Diskusi tentang Budaya Lampung, sehingga hampir setiap hari,minggu, bulan, banyak menerima kunjungan tamu dari berbagai kalangan, baik yang sekedar ingin bersilaturahmi maupun yang ingin mendapatkan informasi dan edukasi tentang budaya Lampung, serta ada juga ingin berdiskusi tentang berbagai hal,” kata Dang Ike.
Dang Ike juga menjelaskan bahwa LGK ini bukan Rumah Adat, rumah sesat , bukan istana kerajaan, bukan sesat agung , bukan mahan agung , bukan pula kerajaan yang baru dibuat .
“Yang perlu dan penting untuk masyarakat ketahui bahwa LGK ini bukan Istana kerajaan, bukan sesat agung, dan bukan pula pusat kerajaan, tapi LGK ini adalah rumah pribadi yang saya jadikan sebagai rumah budaya, sebagai sarana edukasi, informasi tentang Budaya Lampung,” tegas Dang Ike.
Karena menurut Dang Ike, “Kerajaan di Indonesia ini sejak tahun 1948 telah dihapus dan dilebur serta disatukan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) terkecuali Jogja yang memang merupakan Daerah Istimewa, walaupun masih masuk juga dalam bagian dari NKRI,” jelas Dang Ike.
Jadi menurut Dang Ike, “Jadi pada hakekatnya kita adalah sama kedudukannya sebagai warga negara Indonesia, juga semua sultan dan raja ataupun apa namanya yg setara , mereka sdh kembali menjadi masyarakat biasa yg sama kedudukannya , namun yang perlu kita jaga dan lestarikan adalah budaya nya, sebab budaya suatu daerah adalah aset dan kekayaan bangsa Indonesia termasuk budaya Lampung. Jadi bukan kerajaan nya yang harus kita besar-besarkan tapi budayanya yang harus kita jaga dan lestarikan,” imbuh Dang Ike.
Dang Ike juga mengutarakan, “Jadi salah besar jika ada orang yang menafsirkan bahwa LGK ini adalah Istana kerajaan, atau sesat agung apalagi pusat kerajaan, LGK ini adalah Rumah budaya, dan saya lakukan ini adalah sebagai bentuk kecintaan dan kepedulian saya terhadap kelestarian budaya Lampung, karena kalau mau dibilang tokoh adat saya juga merupakan keturunan bangsawan baik dari pihak papa maupun pihak mama saya, diakui tidak diakui papa saya adalah anak dari seorang tokoh adat dari Skala Brak, dan mama saya juga adalah anak tokoh adat penyimbang tuha raja , anak tertua dari pemangku atau tokoh adat dari Negara Batin Way Kanan, itu artinya saya juga adalah keturunan bangsawan yang mempunyai kewajiban untuk menjaga dan melestarikan Budaya Lampung,” ungkap Dang Ike. Yang berketurunan saibatin dan pepadun.
Diakhir perbincangan hangat dan cukup menarik untuk di jadikan masukan dan pengetahuan tersebut Dang Ike juga mengungkapkan,
“Jangan hanya disebut tokoh atau hanya disebut ditokohkan apalagi mereka yang mendapat peredikat saibatin dan penyimbang kalau tidak bersilaturahmi terus menerus dan lihat rakyat dibawah , ditemui , dikunjungi rumahnya ,ditanyakan kesulitan dan apa persoalannya, karena kondisi saat ini pelan-pelan berubah, tidak populer lagi sudah banyak bukti. Tidak usah membangun sesuatu yang rakyat anggap sudah bukan masanya sekarang bahkan bisa dicibir oleh yang nonton karena banyak yang tahu bahwa rakyat indonedia itu sama kedudukannya tidak ada yang istimewa atau minta diistimewakan. Saya terus ingin beribadah dan jadi manusia yang bermanfaat buat orang banyak, serta tidak minta untuk dibedakan dengan orang lain, dikawal kawal, dipayung payungi, dipuji puji, disanjung sanjung, dibesar-besarkan, saya selalu merasa lebih nyaman bersama rakyat biasa dan sangat risih bila dibuat-buat dan diagung-agungkan, sudah tidak zamannya, semangat untuk terus mengabdi pada masyarakat dalam menjaga dan melestarikan budaya Lampung, karena kalau bukan kita siapa lagi dan kalau bukan sekarang kapan lagi. Pungkas Dang Ike. | (**)